Kata Hati Nurani Nana dan Ahok

Kata hati nurani adalah soal pilihan. Pertanyaannya, bagaimana pilihan tersebut dibuat?

Mbak Nana, kakak angkat Ahok yang turut disebut dalam sidang perdana kasus ‘penistaan agama’ sudah membuat pilihan. Tiada kata-kata dari mulutnya meski ia sanggup mengatakan ribuan. Ia hanya menghadirkan yang ingin dilakukan jutaan orang lakukan waktu hari-hari ini: memberi Ahok pelukan tulus.

Sebagian barangkali akan mencibir kata-kata seperti ini karena dianggap sebagai dukungan membuta terhadap Ahok. Sebagian lagi malah menyoal ‘keartisan’ Nana. Bagi mereka, foto pelukan yang menjadi viral ini sifatnya by design, pencitraan dalam rangka mengganggu persepsi publik terhadap kasus penistaan agama.

Mengherankan bahwa empati nyaris hilang dalam menanggapi foto pelukan yang sebenarnya sangat lumrah dalam kehidupan banyak orang. Terbetik pikiran betapa hati mengeras sebab mulut mereka terlalu sibuk mengoceh kata kata hujatan. Ibarat pedagang yang begitu membenci saingannya, mereka rela memulung setiap ceceran peluang untuk menguatkan label 'penista agama'. 

Empati mungkin sudah mati suri ketika sebagian sampai hati menyoal bahwa Nana dan Ahok bukan murhim. Aturan adalah aturan, demikian kata kata menghakimi. Tentu saja kita tahu yang dimaksud. Akan tetapi, kata hati nurani tidak bisa berbohong. 

Bagi Ahok, Nana ibarat kakak kandung dan sebaliknya apalagi kedua orangtua sudah bersumpah saling mengangkat saudara. Bukan hal aneh, banyak orang punya hubungan seperti ini (sudah sekandung walau biologis bukan). Umumnya kita paham bahwa ikatan persaudaraan ditentukan oleh kasih tulus sehingga tidak jarang kita temukan sekandung namun sengit bermusuhan. Apa yang ganjil dalam foto pelukan yang dipertentangkan tersebut?


Sungguh, saya ingin bertanya pada mereka. Apakah Islam sudah menjadi agama tanpa kata hati nurani? Saya rasa mustahil bila Islam mengaku cinta damai namun gagal memahami kebutuhan terdalam Nana, kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Ahok sedang bergumul hebat. Adalah empati  terhadap adik yang sangat ia cintai mendorong dia memberi pelukan. Sangat manusiawi. Setiap orang yang pernah bergulat atau dalam tekanan hebat pasti memaklumi bahwa kehadiran orang-orang terdekat sangat krusial. Mbak Nana, bagi saya, menghadirkan Islam yang lembut dan pengasih.

Keheranan besar bagi saya membaca yang mencerca linangan tangis Ahok sebagai kecengengan dan sandiwara mengais simpati. Mungkin saja dia sejenis manusia keong. Tongkrongannya rumah siputnya, hanya itu, satu-satunya yang sanggup membuat hidupnya aman. Seandainya sedikit saja memiliki keberanian keluar dari zona nyaman, dia akan belajar bahwa menangis adalah bagian dari nurani tersakiti.

Maka siapapun yang ingin memberi pelukan pada Ahok seperti Nana sama halnya memeluk kemanusiaan terdalam yaitu nurani yang sanggup membuat pilihan-pilihan.

Foto pelukan hanya sekadar menangkap momen - tidak lebih.

Rudy Ronald Sianturi (082-135-424-879)

Artikel-Artikel Populer

Membunuh Allah dengan e-KTP
Kata Mutiara Islam Edhi Pakistan
Djarot Teman Ahok
Sholat dan Iqra Kata Kata
Iriani Perempuan Jokowi, Vero Perempuan Ahok
Robohnya Surau Kami Akibat Doyan Beragama

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kata Hati Nurani Nana dan Ahok"

Post a Comment