Sholat dan Iqra Kata Kata
Ahok bukan muslim,
dengan sendirinya tidak sholat. Sebagian pendukung Ahok beragama Islam, dengan
sendirinya sholat meski sebagian hangat-hangat saja. Dua kalimat ini menggambarkan
agama dan politik dengan kata kata serupa namun tidak berarti keduanya saling
terikat satu kepada lainnya.
Agama dan politik, mengutip
sejarah, seringkali dibujuk bahkan dipaksa berselingkuh. Haram benar, tetapi
kerap dipakai karena sangat efektif memobilisasi atau menghasilkan pengendalian
massa. Maka ditanamkanlah pemahaman itu bahwa satu mengandaikan lainnya. Kata
kata biasa dimaknai berlapis-lapis. Sholat distempelin nomor paslon tertentu, mencoblosnya
adalah ukuran keislaman para pemilih.
Pilkada dan sholat
dilarikan dengan ambulans di sepanjang tol menuju surga, begitu saya
menggambarkan perjodohan brutal agama dan politik belakangan ini. Sebagai sebuah
ide, sudah kaladuwarsa! Sebagai sebuah kampanye politik, hanya menguntungkan
paslon tertentu namun sangat merugikan baik nama baik maupun proses bernalar
dalam agama Islam.
Kata kata dibuat begitu
sensasional, masa Islam sebagai agama yang mengklaim sangat rasional tidak
berpikir-pikir?
Berpikir-pikir hakekatnya
iqra (bacalah). Memobilisasi kapasitas iqra membutuhkan perbandingan
sebagai lawan dari cocoklogi. Alurnya begini. Muncul kampanye penuh ancaman
bahwa pendukung Ahok tidak bakal diberi sholat. Sementara itu, tidak pernah
muncul kampanye sejenis terhadap koruptor yang sangat dikecam dalam Islam.
Ada kesenjangan yang
sangat menganggu. Muslim benar harusnya benar-benar mempertanyakan. Iqra sebagai corak keislaman (harusnya) spontan
menuntut pertanggungjawaban.
Maka aneh bila sebagian
Muslim justru mengamini ancaman yang pertama bulat-bulat. Bagaimana mungkin enteng
bersikap inkonsisten sembari mengklaim Islam sebagai agamanya? Bukankah kerap berjuta
kata kata bahwa agama Islam paling konsisten dalam ajarannya?
Sayang sekali, negeri
ini sudah kadung menjodohkan agama dan politik secara vulgar. Banyak orang
sekarang tanpa sungkan mencela, melabelin, memaksakan pikiran, mengintimidasi
bahkan mengancam. Barangkali hanya itu bisanya, tetapi jelas itulah strateginya
pengusung proses penalaran yang boleh kita sebut ‘logika penyok’.
Logika penyok tampaknya
ngawur dan asal kepala batu tapi sangat efektif memobilisasi massa dengan
seuprit isu agama.
Cara berpikirnya kerap
absurd, sering mengkomparasi dua tiga hal asal-asalan tapi bertingkah bagai
mendapat wahyu ilahi – kata katanya (harus) benar. Sebagai contoh kasus yang
pernah say abaca di berbagai komen, dark
ages versus pemerintahan Jokowi.
Seperti beginilah
orang-orang itu. Saya pikir valid menyebutnya zombik. Kepada mereka perlu
ditanyakan, “Masuk surga kog naik
ambulans?
Iqra
awalnya adil sejak dalam pikiran. Ia soal 'membaca secara membaca' sehingga
timbul pewahyuan. Kalau tidak, mungkin kamu belum Islam benar-benar.
0 Response to "Sholat dan Iqra Kata Kata"
Post a Comment