Kata Bijak Orang Tua Gila
Orang tua itu menghampiriku
seakan aku anaknya yang sudah lama tidak menengoknya. Rambut awut-awutan,
berbulan-bulan tidak mengenal sisir, entah di mana ibu. Ia menjulurkan tangan
menjabat erat seakan hendak mengucap kata bijak sebagaimana umumnya orang
tua. Tapi bagaimana ia hendak merumuskannya sementara gila sudah mengutuk?
Rasanya risih
diperhatikan orang-orang yang sedang makan. Kupandang sekeliling, beberapa tampak
berbisik-bisik. Wajah-wajah menyiratkan ‘bijak dalam tanya’: kata apa yang dikatakan kepada saya. Mereka pasti terkejut
bila mengetahui apa yang sedang berlangsung. Orang tua yang agak terganggu ini,
dalam standar normalitas masyarakat adalah gila, sedang 'berterima kasih' karena saya melarang
dia makan sisa piringku dan membeli kopi serta sarapan untuk dia.
Saya terperangah. Orang
tua ini kontras dengan orang-orang yang sedang kutonton videonya. Mukanya
mereka sangar, mulutnya menyembur 'bunuh bunuh'. Klaimnya adalah sedang membela
Allah. Sampai malu sekali menonton kegilaan kaum beragama lupa ber-Tuhan ini. Jejak-jejak
kata bijak yang terkadang tersampir dalam kemarahan mereka menghilang seketika.
Matikan saja video.
Saya mempersilahkan dia
duduk. Kulirik orang-orang sekitar saling memandang. Mungkin mereka sudah
kehilangan kata bijak yang biasa mereka banggakan sebagai kelompok normal. Mereka
tidak tahu bahwa saya sedang mendapat wejangan dari orang tua kepada anak. Ibu
entah ke mana.
Sarapannya datang.
Pramusaji tampak mengeritkan hidung. Orang tua gila bau, saya bisa membaca kata
yang terukir di benaknya. Dia memang tidak salah. Saya saja harus berjuang dengan
bau badannya yang menyengat.
Kuperhatikan, dia makan
dengan tertib layaknya orang normal. Saya bertanya-tanya siapa dia sebelum
dikutuk dalam gila macam begini? Ataukah ukuran abnormal yang saya pakai harus
direvisi secara besar-besaran? Penampilannya berantakan, tindak-tanduk dan
kata-katanya waras.
Dia mengangkat muka,
saya tersenyum kepadanya. Saya kehilangan kata, hanya bisa segitu.
Penasaran saya jalankan
video yang sudah saya matikan tadi. Kulihat orang-orang garang
mengacung-ngacungkan tinju ke udara. Penampilan mereka sama sekali tidak sejuk
meski tampak bersih dan santun. Kata kata bijak, suci, yang mereka kutip
seperti terengah-engah berlomba dengan erangan luka batin mereka yang hanya
bisa dipulihkan dengan menyakiti sesamanya.
Bagaimana mungkin orang-orang normal
sang pengikut agama bersikap brutal, terluka dan menakutkan? Ke mana cinta yang
katanya pokoknya agama?
Kuamati orang tua sinting
di depanku ini: mengapa abnormal lebih normal? Ibu entah di mana, tapi aku
merasa punya ayah angkat: orang tua gila!
Ia menyadarkan betapa
kita yang bangga dengan normalitas gandrung dengan formalisme agama. Kita lebih
mementingkan tampilan, abai dengan isi. Agama sedang dibajak serangkaian kepentingan
politik. Yang terbajak seringkali naif, dipikirnya itu sebentuk kesalehan demi
Allah.
Jangan heran, semuanya
dilabelin hingga wisata pun. Orang-orang beragama meyakini bahwa label membawa
berkah, asal dikasih stempel agama sudah Allah sendiri yang hadir di situ. Pada saat bersamaan, perilaku koruptif,
manipulatif, munafik, agresif, hobi memfitnah, logika penyok, makin
menjadi-jadi dan sebagian merasionalisasikannya sebagai ibadah.
Orang tua yang dianggap
sudah kehilangan kewarasannya ini justru terbalik. Dengan berani ia menerima
tawaranku untuk sarapan bersama pagi tadi. Kami seperti dua dunia semeja:
normalitas dan abnormalitas. Kami sedang mengukur kewarasan dunia kami. Namun
kuakui, dalam halnya kewarasan, saya hanya seorang anak tertatih-tatih mendaki
normalitas. Harga seporsi sarapan dan segelas kopi yang kubayarkan tidak
sebanding dengan pelajaran ini.
Saya kembali memandang
video. Kulihat banyak bendera berkibar-kibar, entah apa. Saya sadar, intoleransi
dan politisasi agama merupakan isu bersama, yang dirobek-robek adalah kehidupan
bersama. Keagungan agama sedang dibajak oleh logika penyok.
Untuk setiap jengkal
Islam terbajak, turut sejengkal juga Kristen dibajak. Setiap kata kafir
dilantangkan demi kebencian dan amarah, akal sehat dilukai sehingga sulit mengasihi.
Kesintingan ini wajib hukumnya dilawan!
Orang tua gila,
demikian hardik masyarakat normal, namun kemanusiaannya lebih utuh. Dia tahu di mana ia berada dan berterima-kasih.
Dia bukan sampah.
Rudy Ronald Sianturi (082-135-424-879)
Artikel-Artikel Populer
Sarung Jokowi Mereknya Tomi
Kata Yoga Merauke Kemesraan Kristen dan Islam
Surat Cinta Kekasih Islam
Kata Hati Nurani Nana Buat Ahok
Foto Wanita Berhijab Akar Masalah?
Gus Mus: Kata Mutiara Agamanya Islam
Buya Maarif: Manusia Emas Agamanya Islam
Sang Terdakwa Ahok
Anak-Anak adalah Maklumat Kehidupan
Merauke Gudangnya Cinta dan Kewarasan
Ridwan Kamil, Kutunggu Dikau di Pesantren Ekologi Ath Thaariq
Ahok Harusnya Populerkan Meditasi Yoga
Kristenisasi adalah Misi Gagal
Kata Cinta Buat Jokowi dan Batak Toba: Marah Perempuan?
Kata Cinta Nenek Tua
Tanda Cinta, Cinta Indonesia
Kata Kata Cinta dalam Penyamaran
Fajar Cinta
Kata Bijak: Logam Buat Dewi
Polisi Tidur
Cinta dan Benci Banjir Merauke
Bunda Teresa Cinta Neraka
Cinta Super Berselingkuh
Takut Patung Berarti Cinta Allah?
Puisi Cinta Soekarno Buat Megawati
Cerita
Singapura Buat Ahok: JakartaKata Yoga Merauke Kemesraan Kristen dan Islam
Surat Cinta Kekasih Islam
Kata Hati Nurani Nana Buat Ahok
Foto Wanita Berhijab Akar Masalah?
Gus Mus: Kata Mutiara Agamanya Islam
Buya Maarif: Manusia Emas Agamanya Islam
Sang Terdakwa Ahok
Anak-Anak adalah Maklumat Kehidupan
Merauke Gudangnya Cinta dan Kewarasan
Ridwan Kamil, Kutunggu Dikau di Pesantren Ekologi Ath Thaariq
Ahok Harusnya Populerkan Meditasi Yoga
Kristenisasi adalah Misi Gagal
Kata Cinta Buat Jokowi dan Batak Toba: Marah Perempuan?
Kata Cinta Nenek Tua
Tanda Cinta, Cinta Indonesia
Kata Kata Cinta dalam Penyamaran
Fajar Cinta
Kata Bijak: Logam Buat Dewi
Polisi Tidur
Cinta dan Benci Banjir Merauke
Bunda Teresa Cinta Neraka
Cinta Super Berselingkuh
Takut Patung Berarti Cinta Allah?
Puisi Cinta Soekarno Buat Megawati
0 Response to "Kata Bijak Orang Tua Gila "
Post a Comment