Kata Kata Cinta, Anak dan Vaksin Palsu

Kata kata cinta itu bernama anak. Siapa yang berani mengingkari hal ini, harap ngacung!

Anak adalah harta orang tua. Setiap orang tua bakal mengamininya. Bahkan orang tua yang tega membuang anak kandungnya sendiri, entah alasan apa, pasti sangat berat melakukannya bahkan mungkin terbayang-bayang perbuatannya. Tidak perlu heran bila seorang pembunuh berdarah dingin bakal ngamuk bila anak, yang mungkin sering ia pukuli, disakiti orang lain. Begitulah manusia!

Batak punya cara mengekspresikan kata kata cinta pada anak anak --melankolis dalam kepadatan makna. Orang tua Batak akan berkata “Anakkon Hi Do Hamoraon Di Au”. Ini petikan  sekaligus judul lagu Batak Toba melegenda yang tenar di kalangan komunitas Batak. Anda bisa mendengarnya dinyanyikan di berbagai acara orang Batak, di bis-bis Jakarta atau di mana saja asal supir orang Batak, atau bahkan di lapo-lapo. Dan kalau anda perhatikan dengan seksama, sebagian wajah penyanyi penyiratkan rasa sayang yang mendalam.

Kata kata cinta ini mengandung arti “Anaklah yang Menjadi Hartaku”.  Sesuai judulnya, teks lagu merekam perjuangan dan kegigihan kasih orang tua yang ‘tega’ menyakiti tubuh dan pikirannya demi buah hatinya. Benar dan tidak palsu!

Kalau kita ke Tomok, Pulau Samosir, sekitar 6 jam dari Medan, kita akan dapati negeri indah berbukit-bukit mengelilingi Danau Toba. Terus jelajahi jalan-jalan Tomok hingga ke tanjakan bukit pengamatan yang langsung menghadap taburan hotel di Parapat Danau Toba. Kita akan sadari, rupanya negeri yang penuh tantangan. Petani-petani bekerja keras, sebagian tampak bengkok punggung, tanda nyata bertahun meraup, mencangkul, menggemburkan, tanah.

Apa yang ‘mengendalikan’ orang tua berbuat begini? Tengok saja ke universitas-universitas di berbagai kota Indonesia, banyak sekali anak Batak di situ. Mereka ini sebagian sekolah dengan bayaran punggung bengkok orang tuanya. Mereka ini sebagian sekolah dengan bayaran tangan kasar orang tua menarik tali kerbau dan mengumpul batu, bongkah demi bongkah. Rasa sayang karena anak sang harta orang tua!

Seperti kata kata bijak mengatakan bahwa di mana hartamu berada, di situ hatimu tinggal. Sebagai harta terindah, anak membawa kasih orangtua dalam detak demi detak jantungnya. Bisa kita bayangkan betapa setiap lembar kertas catatan kuliah anak Batak membayang ‘figura’ bongkok punggung dan tapak kasar orang tuanya.

Saya percaya, etnis-etnis lainnya juga punya cara khas untuk ekspresikan rasa sayang terhadap anak anak. Entah dalam lagu, dalam adat istiadat, dalam perilaku religious atau dalam perlakuan.

Dalam konteks ini, bisa dipahami kegemparan yang diakibatkan kasus vaksin palsu. Siapa orang tua yang hendak memberi penyakit kepada anaknya, kecuali karena percaya pada medis demi rasa sayang pada anak anak mereka? Kita tahu bahwa vaksin adalah virus yang sudah dilemahkan sehingga saat masuk ke dalam tubuh, praktis akan kalah dengan sistem kekebalan tubuh dan malahan dijadikan bagian dari sistem pertahanan tubuh. Orang tua mempercayakan proses ini pada petugas kesehatan. Orang tua legowo membiarkan penyakit masuk karena yakin dengan kompetensi dan profesionalitas medis. Atas nama kasih sayang!

Tapi bayangkan, bagaimana rasanya mendengar bahwa telah beredar vaksin palsu selama 13 tahun tanpa ketahuan sama sekali? 13 tahun lebih dari 2 kali masa kepresidenan! Benar-benar tidak habis pikir, bagaimana bisnis yang melibatkan pembeli dan pelaksana vaksinasi pada anak anak bisa bebas melakukan praktik kecurangan ini. 

Syukur dikatakan bahwa vaksin palsu yang beredar hanya sekitar 1% dan itu pun di wilatah Jakarta, Tangerang dan Jawa Barat. Juga katanya bahwa dari segi isi dan dosis, relatif tidak membahayakan. Dan bahwa imunisasi yang dilakukan pemerintah dijamin aman dan asli karena vaksin langsung disediakan pemerintah dari produsen resmi. Begitu kata pakar dan memang melegakan.

Akan tetapi pertanyaan masih sama dan tidak berubah. Kog bisa vaksin palsu beredar begitu mudah? Siapa saja yang terlibat dan pelanggannya? Apalagi, mungkin saja kasus ini hanya puncak dari gunung es. Artinya, ada lagi produsen-produsen vaksin palsu, hanya belum ketahuan saja. Kan rasanya agak mustahil bila pelakunya  terbatas pasangan suami istri yang banyak diekspos media tersebut? 

Pemerintah harus bergerak secara sistematik dan tanpa ragu. Ini masalah sangat serius. Sudah pasti, masalahnya tidak terbatas pada pasangan pengedar vaksin palsu. Ada kemungkinan, kasus ini melipatkan jaringan yang lebih besar sebab vaksin palsu sudah beredar terlalu lama dengan omzet besar. 

Kita harus ingat, anak adalah harta orang tua. Dan orang tua tidak akan hidup selamanya. Generasi anak akan mengganti generasi orang tua. Maka anak anak sekarang akan menjadi orang tua berikutnya. Kata lain, negara berlangsung karena siklus anak-orang tua ini. Negara membutuhkan anak anak yang sehat, kuat dan cerdas!

Tindakan negara dalam kasus ini harus tuntas, tidak palsu dan bersimpul pada: Anakkon Hi Do Hamoraon Di Au!
Kunjungi juga blog saya yang lain di sini.di sini

Salam hangat,

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kata Kata Cinta, Anak dan Vaksin Palsu"

Post a Comment