Puisi Cinta Fadli Zon

"Pentingnya membaca puisi cinta sang politisi secara bertingkat"

Fadli Zon bukan politisi kacangan. Jaringan dan pengaruhnya besar bahkan keluar Indonesia. Donald Trump saja mengenalnya. Awak media rajin mengutip kata-katanya dan tekun mengamati bahasa serta tindak-tanduknya. Tergantung juga media pengangkut, kalau pas kiblatnya condong ke arah-arah KMP, nadanya akan yakin bahkan barangkali lebih yakin dan nyaring dibandingkan Fadli Zon sendiri. Sebaliknya, kalau yang rada-rada gimana gitu, sudut pemberitaan biasanya curam dengan kelerengan bisa lebih dari 45 derajat!

Fadli Zon bukan politisi kemarin sore. Ia sudah malang-melintang di berbagai lini. Pendidikannya bagus, mentereng, bukan hanya di FIB Universitas Indonesia jurusan Studi Rusia, namun hingga London School of Economics and Political Science. Inggris lho, ini sekolah dosenku dulu, tempat pikiran-pikiran kritis dilahirkan dan disebarkan ke seluruh penjuru dunia.

Cilaka benar bila menganggap Fadli Zon bodoh meskipun pernyataan-pernyataannya kadang ‘mencengangkan’ buat nalar publik. Di lain kesempatan, ia terkesan gagal paham dan mengeluarkan kata-kata yang tidak sebanding dengan kuliah-kuliah para profesornya dulu. Tapi fakta  tetap mengatakan bahwa dia bukan orang biasa, otaknya berisi dan orang-orang di sekitarnya bukan kelas bulu ketiak.

Puisi Cinta ‘Ada Maunya’ Fadli Zon


Beberapa hari ini, nama Fadli Zon banyak mengisi linimasa sampai bosan rasanya membaca. Sebenarnya bukan bosan amat juga, wong saya jarang sekali mengubris berita tentangnya. Saya justru lebih tertarik untuk menggali siapa dia sebenarnya. Sebenarnya itu lebih penting biar nalar kita jangan turun status sebanding beberapa ‘kata mencengangkan’ yang ia keluarkan dengan gagah berani.

Sayang sekali, sebagian perbincangan publik malah menjadikan putrinya sebagai sasaran cemohan. Memang kalau dipikir-pikir, bisa dimengerti juga mengapa warga geram. Tentunya masih segar dalam ingatan berbagai hujan kritik dan cemohannya terhadap Jokowi termasuk dalam urusan fasilitas negara. Tak disangka, dia malah katanya meminta fasilitas negara buat sang putri terkasih. Di mana ketemunya, begitu kira-kira nalar orang-orang. (baca juga: Payungi Jokowi, Kawan)
  
Tapi perhatian kita bukan pada putrinya, minimal di sini. Salah dia apa coba? Dia hanya seorang anak Indonesia yang punya bakat dan orang tua yang menyayangi, bukankah bagus buat menambah warna industri kreatif tanah air? Cocok banget dengan butir Nawacita Jokowi. Dan pula, orang tua menunjukkan rasa sayang pada anak, masa harus kena bully? Dimana kasih sayangmu, coba?

Tindakan Fadli Zon sesungguhnya kata kata cinta asmara bagi seluruh rakyat Indonesia. Camkan itu!

Perhatian kita harusnya tertuju pada seorang Fadli Zon. Tindakan dia yang melibatkan KJRI dan cara dia menyelesaikan ontrang-antring ini sangat puitis dan karenanya menarik untuk diotak-atik.
kata bijak motivasi singkat cinta kehidupan mutiara islami mario teguh sabar dalam kisah nyata
Ilustrasi air mata buaya
Maksud saya, membaca beliau harus hati-hati. Di mana-mana, politisi terpelajar kalau memberi statement pasti ‘ada maunya’. Dia sebenarnya punya pesan, minimal moral. Ada cerita di balik kebanyolan, begitu kira-kira. Kerap satu hal bisa dijelaskan, direvisi dan dikasih pemaknaan yang lain sama sekali. Membingungkan memang, kadang macam kita baru belajar baca saja dibuatnya. Tetapi apa mau dikata, begitu katanya, ya begitu katanya. Bukan karena tidak pandai membaca, tetapi karena kamu membacanya terlalu saklek-literal. Kamu harus lebih cerdas. Makanya, saya tertarik membaca dirinya seperti membaca seuntai puisi cinta. (baca juga: Kotak Pandora, Sastra dan Politik Harapan)

Alasan saya memilih pendekatan puitis bukan karena ia terkenal sebagai penyair politis atau politisi syairan sebagaimana dibuktikan dengan puisi-puisi dia yang disenangi banyak orang, minimal tim penyorak dan pendukungnya. Tetapi karena saya tulus menganggapnya seorang yang cerdas, lulusan institusi ternama di dunia, dan mewakili kelompok ekonomi-politik kelas kuda.

Yup, Fadli Zon itu 'puisi cinta perpolitikan' negeri Indonesia. Kombinasi yang langka di tengah-tengah keringnya politik yang elegan. Politik itu tidak mengenal pertemanan abadi, begitu mantra politisi yang kerap dikutip. Hanya kepentingan yang abadi. Maksudnya, bila pagi ini kita saling melawan, malamnya kita buka bersama sambil ketawa-ketiwi. Atau sebaliknya, malam kemarin kita baru buka bersama diakhiri foto-foto (terakhir, minimal hingga beberapa tahun ke depan), eh dua hari kemudian kamu kukasih serangam oranye. Bukankah tragedi adalah bagian penting dari poetika (politik)?

Politik bisa kejam, memang, tapi semuanya soal beda kepentingan saja.


Puisi Cinta Bertingkat, Penjelasannya Juga Bertingkat


Tindakan politik apakah secara verbal maupun non-verbal bisa dimaknai secara bertingkat-tingkat. Jangan silau dengan kekonyolan dalam jargon, karena jangan-jangan memang itu yang dituju – minimal ini jurus jitu buat ngeles. Akan tetapi, gali dan pahami berbagai simbol dan pesan simbolis di dalamnya. Pesan-pesan ini bisa jadi masih samar-samar bahkan bagi sang politisi sendiri. Publik kebagian tugas membuatnya jelas dengan risiko menerima penjelasan baru bahwa pembacaan mereka masih meleset. Biasa di alam revolusi mental!

Biar anda lebih jelas maksudnya, ijinkan saya mengutip puisi cinta Fadli Zon yang sempat menggemparkan di bawah ini. (Saya menyebutnya demikian karena air mata buaya kalau bukan dihubung-hubungkan dengan cinta yang hap hap gitu, terus dengan apa?

"Airmata Buaya"
Kau bicara kejujuran sambil berdusta
Kau bicara kesederhanaan sambil shopping di Singapura
Kau bicara nasionalisme sambil jual aset negara
Kau bicara kedamaian sambil memupuk dendam
Kau bicara antikorupsi sambil menjarah setiap celah
Kau bicara persatuan sambil memecah belah
Kau bicara demokrasi ternyata untuk kepentingan pribadi
Kau bicara kemiskinan di tengah harta bergelimpangan
Kau bicara nasib rakyat sambil pura-pura menderita
Kau bicara pengkhianatan sambil berbuat yang sama
Kau bicara seolah dari hati sambil menitikkan air mata
Air mata buaya
(Fadli Zon, 26 Maret 2014)

Perhatikan dengan seksama, puisi ini digoretkan awal tahun 2014. Artinya kita sudah punya banyak bahan untuk menelaah maknanya, dengan kilas balik. Anggap saja ini kajian futurologi, yaitu rentang masa depan Indonesia. Sekaligus mau menjelaskan mengapa Fadli Zon kerap melontarkan pernyataan-pernyataan yang mencengangkan tadi.

Baiknya membaca puisi, apalagi puisi cinta itu ibarat surat cinta kekasih. Maka perlu sekali  mengajukan sejumlah pertanyaan.

Pertanyaan pertama jelas: siapa ‘dia’ dalam setiap baris Buaya ini? Saya teringat betapa foto-foto mereka yang tertangkap tangan KPK biasanya menunjukkan wajah santun dan tertawa sipu-sipu di depan wartawan yang dengan senang hati menyebarkan ‘kerelaan’ mereka masuk ke dalam kerangkeng KPK.

Tapi itu kan mereka, jamak, lebih dari satu. Padahal siapa pun paham, dia adalah satu orang saja. Dia lebih satu berarti satunya lagi jadi-jadian alias ‘mahluk halus’ yang mengendalikan si dia. Jadi dia itu siapa?

Di sinilah pentingnya membaca puisi apalagi puisi cinta sang politisi secara bertingkat.

Tingkat pertama adalah membaca puisi sebagai cerita. Fadli Zon sedang bercerita tentang karakter yang tidak dia sukai, ia cemooh dan lawan. Wajar, politisi harus melawan apapun yang melawan sistem yang benar. Jadi sang penyair sedang menceritakan semacam agenda politiknya baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari per-kuda-an politik. Bukankah ini suara rakyat pada umumnya? Jelas ini bukan bagian dari kumpulan puisi persahabatan. Ini puisi perlawanan, kode keras kata ABG jaman sekarang, sebuah ekspresi rasa sayang alias cinta negara.


Tingkat kedua adalah membaca simbol-simbol yang ia gunakan. Bagian ini sudah lebih kompleks dan membutuhkan pengetahuan umum, meski tidak harus secanggih Fadli Zon. Dan yang paling menyolok adalah hanya dua, karena yang lainnya literal habis, yaitu Singapura dan air mata buaya.

Tanpa lalai, penyair menaruh kata shopping, dan dengan tepat dalam huruf miring karena aslinya bahasa Inggris. Sebenarnya barangkali akan lebih heboh bila dihilangkan saja karena Singapura akan lebih bebas dimaknai. Orang kan ke Singapura bukan cuma mau belanja-belanja macam perhimpunan para istri yang daripada terhormat bukan? Ada yang mau beli apartemen, mau vaksinasi bintilan, mau cuci tas branded ala cetar membahana Syahrini, dan masih banyak kepentingan lainnya.


Air mata buaya sendiri dengan cerdik, sekali lagi membuktikan bahwa Fadli Zon orang berisi, disembunyikan hingga baris terakhir. Artinya jelas, puisi ini mengkritik perilaku-perilaku 'dia yang munafik', dia yang melakukan pembohongan publik secara meyakinkan, dia yang memanipulasi wartawan supaya menangkap momen-momen mengharukan sebagai orang dizolimi, pokoknya bagian dari acting dalam drama politik yang disetir mahluk halus tadi.

Kembali ke pertanyaan tadi, siapa dia itu? Pembacaan tingkat kedua ini sudah menjurus-jurus, tidak lagi sebagai cerita umumnya. Dia tampaknya minimal sudah mulai menyibakkan siapa dirinya. Walaupun, di sisi lain, dia belum jelas dan pasti seperti kepastian belahan rambut mengkilat seorang politisi lainnya yang boleh dibilang menyaingi sulaman alis Syahrini.

Atau jangan-jangan dia itu si dia itu.

Baca sambungannya di  Puisi Cinta Fadli Zon: Monyet atau Kingkong


Jual Tenun & Batik Rose'S Papua
kata bijak motivasi singkat cinta kehidupan mutiara islami mario teguh sabar dalam kisah nyata


Pemesanan:

082-135-424-879/LINE
5983-F7-D3/BB
Inbox Rudy Ronald Sianturi

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Puisi Cinta Fadli Zon"

Post a Comment