Ridwan Kamil, Kutunggu Dikau di Pesantren Ekologi Ath Thaariq

Seorang ponakan saya kerap mengklaim bahwa hidupnya mengikuti garis lurus. Dia kuliah, lulus, kerja dan menikah dengan pacar pertamanya. Nyaris tanpa periode ‘lowong’ apalagi menjomblo. Tanpa kelokan, hidupnya seperti segaris oleh mistar tanpa gerigi – mulus. 

Jujur, tidak banyak orang yang saya kenal hidupnya selurus begini. Umumnya mesti ada lekak-lekuk, biar pun sedikit. Lumayan banyak pula yang sejarah hidupnya banyak lereng-lembah termasuk tikungan tajam. Sebagian malah punya catatan patahan-patahan sehingga gelar sejarah hidupnya seperti pola-pola geometris tak beraturan. Itu baru cerita – demikian kata sang bijak.

Saya pikir, mestinya hidup seperti ular tangga meski beda-beda keribetannya. Iyalah, kalau sama tidak seru dong, orangtua saja sudah beda ukuran giginya. Bila hidup semulus kulit Jupe atau Maia, mestinya tidak banyak anggota golongan jomblo. Ini paling fatal sebab sekaliber Ridwan Kamil bisa kehilangan pengaruhnya!

Bicara Ridwan Kamil, dia termasuk pemimpin yang sudah merebut hatiku. Saya bukan warga Bandung tetapi turut merasa memilikinya. Tolong jangan diartikan, saya menyukainya seperti a-sudahlah itu lho -- amit-amit. Bukan cinta macam itulah. Saya suka karena dia mengilustrasikan salah satu tipe pemimpin yang dibutuhkan Republik ini. Tentu saja ada Ahok, Jokowi, Risma, Susi, Sri Mulyani, Johan, Archanda. Sudah pasti yang kekanak-kanakan dan sukanya main-main dengan sapi tidak masuk hitungan kecuali bisa membuktikan kepantasan mereka memangku amanat jabatan dan menunjukkan komitmennya dalam pemberantasan korupsi.

Saya suka dengan tulisan dan gaya bertutur Ridwan Kamil yang suka diselipin dengan humor. Dalam hal ini, ia menang setingkat dibanding Ahok. (Ahok tentunya kelihaian tersendiri karena dalam banyak pidatonya ia suka spontan berhumor) Sudah bukan rahasia lagi kalau para jomblower kerap dibahas dengan teliti dan menyegarkan. Itu cara membangkitkan chemistry yang apik dan cerdas dengan warga. Maka tidak heran bila pesonanya meluber ke luar Bandung dan memikat cinta banyak orang lain termasuk saya.

Ridwan Kamil juga kerap mampu menyelipkan humor dalam merespon sesuatu yang sensitif. Saya ingat waktu beliau berkunjung ke gereja dan menimbulkan ‘keterpukulan’ bagai kalah perang bagi segelintir orang. Seseorang mengkritik dia karena katanya itu tidak sesuai dengan perintah agama. Ridwan Kamil dengan gayanya yang khas mengatakan bahwa dia adalah pemimpin untuk semua orang, semua agama. Karena masih ngotot, beliau kemudian mempersilahkan yang bersangkutan hijrah saja karena Indonesia sudah disepakati bersistem demokrasi oleh para pendiri bangsa. Ketegasan dan nasionalismenya sangat terasa sekaligus sarkasme cerdas yang tak urung membuat senyum di wajah. Ini salah satu model seorang pemimpin!

Sudah lama saya memerhatikan Ridwan Kamil dengan tingkah kreatifnya. Saya suka dengan cara dia merespon isu-isus pilkada terutama ketika ia didorong-dorong untuk bertarung di Jakarta melawan Ahok. Di jaman ini, mencari pemimpin yang tahu diri dan tahu menempatkan dirinya secara elegan tidak mudah. Sama sulitnya mencari politikus yang bisa mengekang nafsu nyinyir supaya gelar negarawan yang terhormat bukan macan ompong. Kalau sebaliknya ada banyak, sebagian sebaiknya didonasikan saja.

Ridwan Kamil

Entah mengapa, chemistry saya dengan Ridwan Kamil makin kuat saja. Saya bayangkan senangnya bila ia menjadi salah satu menteri di kabinet Jokowi periode berikutnya. (Bukan kampanye lho, kan belum pemilu, namanya juga imaginasi) Tetapi hal di atas bukan yang paling utama namun sebuah foto. Gara-gara ini rasa memiliki saya naik kelas dengan sukses dari chemistry ke  full trust. Dan ini sangat penting bahwa kita rakyat jelata percaya (1) pada karakter dan komitmen pemimpin dan (2) pada masa depan kepemimpinan nasional.

Sebuah foto mengubah segalanya. 

Bertepatan dengan Hari Santri Nasional, 22 Oktober 2016, Facebook mendaratkan notifikasi tentang postingan saya setahun lalu. Aslinya punya orang lain, saya hanya petugas (bukan partai) yang membagi. Penasaran juga, masbro Mark Zuckerberg seperti tahu bahwa Indonesia sedang menyambut perayaan khusus. 

Foto ini berkaitan dengan Pesantren Ekologi Ath Thaariq, Garut, yang keren dengan kesadaran lingkungannya. Penelusuran mendaratkan saya pada sang pengelola, yaitu Nissa Wargadipura bersama suami terkasih Kyai Ibang Lukman. Menjenguk akun beliau, amboi saya langsung jatuh cinta dan diam-diam menazarkan harus ke sana pada waktunya. Pas lagi anak-anak pondok sedang menerima siswa-siswa Kanisius, Jakarta, yang notabene sekolah Katolik. Sama-sama mereka belajar tentang banyak hal, bekerja mengolah tanah dan tanaman serta menghabiskan waktu bersama dan bertukar pikiran serta ilmu dalam cinta kasih yang memikat.  

Kalau bukan keren berarti super! Bayangkan melihat anak-anak muda tertawa riang, sarungan, berkopiah, berbandana. Berhadap-hadapan menikmati ikan bakar dan nasi liwet telang ungu sementara sekian orang sibuk memompa kecemasan demi kecurigaan supaya kita saling melotot satu kepada yang lain, supaya kita takut tercemar akidah yang lain, supaya kita percaya bahwa hidup berdampingan adalah muskil. Keberagaman untuk memulihkan ekologi, begitu intinya. Alamak, keren nian! (Kalau belum tertampar, mungkin karena anda sudah kehilangan rasa malu).

Waktu menggulung ke bawah, saya temukan sukacita luar biasa. Rupanya tanggal 17 Oktober 2016, seorang Jawad Mughofar membagi screenshot Ridwan Kamil berupa foto menakjubkan ini yang diabadikan oleh istri kang Jawad. “Keren bingits, Kyai Ibang Lukman masuk IG Ridwan Kamil”

Ah, dia ini. Dia tidak tahu kegembiraan saya membayangkan alasan-alasan mengapa sekaliber Ridwan Kamil bela-belain masukin momen manusiawi antara para suster Katolik –gerombolan jomblo super-- dan sang Kyai Pesantren. Mereka bertemu bukan karena mengikuti mistar lurus. Mana bisa, mereka memakai mistar yang berbeda. Itu fakta. Ada banyak kelokan, banyak tikungan. 

Di sisi lain, bukankah foto ini merekam ingatan dan kerinduan publik akan rajutan sosial bahkan Nusantara yang belakangan ini mengalami serangan dan demonisasi ‘terstruktur, masif dan sistematis’. Mereka bertemu karena sama-sama mengupayakan kebaikan, kebenaran dan keadilan. Foto ini tindakan subversif, sebuah perlawanan dalam cinta! 

Benar sih bahwa saya menang nyaris setahun berhubung Ridwan Kamil sepertinya baru saja postingkan. Tapi track record beliau sudah lebih cukup menceritakan siapa sang manusia dalam dirinya. Kepemimpinan dan nasionalisme dalam bingkai kasih, itu ukurannya. 

Oya, ijinkan saya ajukan tantangan kecil. Saya ingin ketemu Ridwan Kamil kelak di Pesantren Ekologi Ath Thaariq, Garut. Biar sempurna perpotongan kelokan kita. 

Sementara itu, Ridwan Kamil, saya padamu!

Rudy Ronald Sianturi (082-135-424-879)

Artikel-Artikel Populer

Kata Mutiara Islam Edhi Pakistan
Djarot Teman Ahok
Sholat dan Iqra Kata Kata
Iriani Perempuan Jokowi, Vero Perempuan Ahok
Robohnya Surau Kami Akibat Doyan Beragama

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Ridwan Kamil, Kutunggu Dikau di Pesantren Ekologi Ath Thaariq"

  1. Representasi dari pemimpin nusantara ya, merangkul semua...
    ..Smg harapan utk brtmu Ridwan Kamil trrkabul bang

    ReplyDelete
  2. Amen, amen, amen, makasih doanya. Pasti terkabul hehe

    ReplyDelete