Kata Yoga Merauke Kemesraan Kristen dan Islam

Ibarat belahan jiwa, Merauke adalah kisah nyata kemesraan. Kota paling pojok, benar, namun dengan muatan sejarah beragam. Ada pekik perang Republik kobarkan segenap daya demi merebut Papua dari Belanda licik yang ogah mengembalikannya sesuai perjanjian KMB. Ada paduan multi etnis yang merepresentasikan Indonesia mini di wilayah pemukiman sepetak. Dan yang terindah adalah kemesraan Kristen dan Islam dalam denyut hari – dalam yoga!

Seperti kata para sejarawan, kebanyakan peradaban besar timbul setidaknya oleh tiga sebab. Mula-mula adalah tanah subur dan sungai besar yang memungkinkan terbentuknya masyarakat agraris dengan pola pembagian kerja menghasilkan surplus pangan. Maka Mesir berkecambah di Delta Nil; Kanjuhuran mengawali kemunculan dinasti  oleh Sungai Brantas; Cina merambat mulai dari kelokan-kelokan Sungai Mekong. Ke dalamnya, otoritas religius menginjeksikan makna ke dalam bangunan masyarakat dan orientasi hidup sosial. Terakhir adalah sistem pendidikan yang menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perilaku tata kota. Tiga hal ini berkelindan membentuk jutaan cara mendenyutkan kehidupan dan kewarasan warga.

Merauke punya semua, bahkan Merauke lebih banyak lagi. Bagaimana mengukurnya adalah soal menengok cara warga saling menyapa, menyenggol dan ‘bermesraan’ terlebih kala identitas religius seperti Kristen dan Islam bersilang dalam momen-momen spesial.

Tengok foto sahabatku, Aling, dokter kandungan etnis Tionghoa Kristen, yang sudah kukenal sejak kecil. Abangnya adalah teman sekaligus musuh kebuyutan tenis meja semasa saya dibesarkan di Merauke. Ratusan anak telah dilahirkan oleh tangan dan senyum manisnya. Musim liburan Natal seperti sekarang, dia harus ‘jaga gawang’, standby di Merauke menangani banyak proses kelahiran berhubung dokter kandungan sejawatnya pulang kampung. Masuk pagi, pulang malam, hal biasa baginya. Di sela-sela kesibukan, dia menyempatkan waktu buat sesuatu yang tak bisa ditawar. Dia main yoga! 

Saya ingat Natal beberapa tahun lalu, saya dijamu di rumahnya dengan keramahan saudari sekandung. Hal sangat lumrah di kota Merauke yang menempatkan ‘kumpul dan makan’ sebagai ungkapan kata paling akrab meleburkan perbedaan. Pada saat yang sama, sahabat-sahabat Islam kami beranjang sana, duduk cerita bersama di ruang tamu yang lapang. Waktu itulah saya mengamati apa yang saya sebut ‘kemesraan antar belahan jiwa’, apalagi saat kamera melempar kata cekrak-cekrek. Amboi sukacitanya. 

Subuh tadi, saya lihat foto paling menarik sejagat di status dokter kandungan ini. Sudah berkali-kali saya melihat fotonya melakukan berbagai pose yoga bersama teman-temannya. Tetapi hidup mengandung pengecualian. Foto super istimewa, batin saya, dan barangkali kemesraan paling menggemaskan!

Bagaimana tidak? Elly, guru yoga beliau yang sudah mengantongi sertifikat pelatih dan jam terbang seangkasa dengan rajawali, datang natalan ke rumahnya. Sudah pasti kumpul dan makan terjadi dengan sukses. Lanjut dengan bahan obrolan seru bukan basa-basi, sekeliling bumi dari kutup utara ke kutup selatan. Pasti itu, aku tahu dengan pasti. Dan tentu saja, main yoga!

Pernah bayangkan bagaimana sebuah kota bisa semenarik ini. Sehari-harinya, sang guru yoga Merauke adalah perempuan Islam berjilbab, sangat saleh dalam kerupawanannya. Setengah murid beliau adalah orang-orang Kristen, setengah lagi orang-orang Islam. Dua kubu sepupu iman Ibrahim menjalin hubungan bagai kemesraan belahan jiwa seraya bertekun pose-pose yoga, olah raga-jiwa yang mengakar dalam tradisi Hindu – tanpa mengatakan Hinduisme sebab yang didayagunakan semata aspek kesehatannya. Dan begitu natalan tiba (di lain waktu, lebaran), ketemulah mereka di rumah dokter kandungan Tionghoa Kristen. Ajib!

Subuh belum usai, pagi masih mengkal. Matahari belum kelihatan, peraduannya belum dibukakan pintunya. Saya sendirian mengamati dan menghayati postingan Aling serta menghadiahkan senyum pada keunikan hidup ini.  Hari-hari sebulan ini, sebagian orang menjadikan Jakarta seakan tujuan final hidupnya. Kita pikun sudah bahwa Indonesia sangat panjang, luas, lebar dan tinggi menjulang dengan puncak-puncak Jayawijaya Papua. Terlebih, tanpa Papua, apa tidak timpang Republik? Bukan tanpa alasan ada lagu berjudul ‘Dari Sabang Sampai Merauke'.

Dari sudut pandang orang Merauke, kehebohan Jakarta adalah parodi kepandiran yang dijawab dengan yoga kemesraan Kristen dan Islam, sesuatu yang Jakarta hendak musnahkan demi politik dan logika penyok. Ajib!

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kata Yoga Merauke Kemesraan Kristen dan Islam "

Post a Comment