Melontekan Wanita dalam Upaya Bela Agama dan Membungkam Suara Kritis

Wanita dilecehkan secara publik dan dipakai sebagai alat untuk membungkam sikap kritis

Sedang menggejala di Indonesia perilaku-perilaku kurang bijak yang sangat mempermalukan setiap orang yang mengaku sebagai umat beragama namun ironisnya, justru dianggap bagian dari ‘bela agama’ bagi kelompok-kelompok radikalis yang melakukannya. Dusta dan fitnah diiringi serangan frontal terhadap wanita merupakan sebuah kebiasaan atau kondisi mengerikan yang patut dicermati bahkan dilawan. Bagaimana kita harus memahami fenomena yang sedang berlangsung seperti wabah diferia yang sedang menulari banyak warga ini?

Wanita bagi sebagian orang tampaknya dianggap merepresentasikan kelemahan karakter yang menimbulkan rasa jijik. Banyak serangan dilancarkan dengan melakukan proses devilisasi organ-organ reproduksi dan memosisikan perempuan tidak lebih dari ledakan kenikmatan syawat. Berbagai peristiwa atau relasi agung dalam kehidupan dipelorotkan ke tingkat bestialiti (binatang). Kelahiran, hubungan emosional dengan orang tua, pola pengasuhan (parenting) atau hubungan intim antara suami-istri merepresentasikan berbagai upaya ekstrim dalam memanipulasi seks sebagai ukuran keburukan seseorang. Kata-kata seperti ‘orang ini lahirnya di Gang Doly’, ‘lubang mamak loe segede pipa', 'mama kamu di video bokep dengan tetangga’, atau ‘bapak kamu pelanggan Alexis’ dengan ringan terucap.

Perlontean atau melontekan perempuan merupakan senjata paling mengerikan yang secara masif dirangkai untuk membungkam siapa saja yang dianggap berlawanan dengan kelompok-kelompok radikalis. Jikalau ia wanita, kata-kata keji brutal disemburkan, seekor kobra menyemburkan bisa jahat. ‘Dasar lonte’, ‘sundal pemain video bokep’, ‘penghuni Alexis’ atau ‘lubang pantat’ untuk menyebut sejumlah contoh. Kalau laki-laki, perempuan-perempuan terkait orang bersangkutan bakal dijadikan target. ‘Dasar mamak loe pelacur’, ‘anak lonte’, 'dasar pemain bokep' atau ‘pasti saudarimu penghuni Alexis’ adalah makian-makian favorit.

Anak-anak muda di negeri molek bestari dengan penuh semangat bela agama secara kejamnya menjadikan perempuan yang melahirkan dan membesarkan dirinya sebuah target politik maupun setan (devil) dari kebrutalan religius mereka. Dorongan berperilaku saleh yang meledak-ledak itu seakan dianggap serupa kesenangan berbalut imagi seksual, yakni permainan perempuan atau game perempuan.

Tujuan dari kelompok-kelompok radikalis beragam dan harus dilihat dalam konteks peristiwa. Akan tetapi, bisa dikatakan bahwa motif utama adalah menipulasi terminologi atau konstruksi sosial atas wanita atau perempuan untuk menebar teror rasa takut. Ada kesan kuat kalau mereka ingin menimbulkan efek jera dan membungkam suara kritis sekecil apapun. Dan manakala individu, kelompok sosial dan pemikiran kritis berada dalam cengkraman teror, kebohongan dan distorsi fakta yang integral dalam agenda besar kaum ekstrimis agama ini ditegakkan sebagai ‘kebenaran’ yang meski dipaksakan, akhirkan dikompromikan.

Wanita adalah target serangan. Kebrutalan terhadap kaum hawa menjadi parameter perilaku religius dan beragama. Bersikap kejam dan semena-mena (verbal abuse) adalah ciri paling kentara dari berbagai kelompok teror di dunia. Dan seturut pengalaman dan sejarah, perempuan merupakan kelompok sosial yang kerap terjebak dalam brutalisme syawat politik kekuasaan di balik kamuflase agama ini. Kondisi ini sangat berbahaya dan dapat membonsai masyarakat demokratis yang ditandai rasa kerdil dan self-censored.

Saya punya sejumlah pengalaman pribadi bagaimana mengalami serangan brutal memakai wanita sebagai senjata. Waktu itu, saya hanya mencoba memberikan sebuah fakta tanpa opini sedikit pun dari pihak saya.

Dalam waktu tidak lama, muncul berbagai serangan verbal yang mengandung unsur teror, intimidasi dan bahkan ancaman fisik. Dalam konteks pembicaraan kita, ijinkan saya mengutip sekalimat komentar yang sangat terang-benderang.

"Ini Batak lahiran lubang pantat..."

Biasanya saya tidak mengacuhkan komentar model begini yang bertujuan melakukan provokasi. Mencoba bicara dengan pikiran yang terradikalisasi ekstrim itu sulit, maka mengajak seseorang (yang menganggap cacian serangkai kata bijak) untuk berdiskusi adalah pekerjaan sia-sia. Dusta dan fitnah mencengkram sudah terlalu dalam. Sulit menemukan kejujuran dalam proses bernalar dan tidak sistematis pula pola bahasa mereka.

Belakangan ini masif dinarasikan bahwa Bali anti Islam dan black campaign ini dilakukan secara terkoordinasi. Sangat keji! Tujuannya jelas, menarik keuntungan maksimal dari situasi yang ada seraya memosisikan Islam sebagai korban. Sangat berbahaya!

Secara pribadi, saya tidak sudi masuk dalam perdebatan sia-sia dengan anak-anak muda yang melontekan atau mereduksi lawan jenisnya sekadar permainan perempuan atau game perempuan dalam politik. Tugas saya adalah memberitakan kebenaran atau bersikap adil sebab dua kewajiban pembaca (berita kontroversial) adalah memikirkan isi berita, mencari pembanding serta historitasnya (sebelum dan sesudah).

Saya hanya mengikuti kata hati nurani.

Di sisi lain, saya sadar bahwa kebencian, pengkafiran dan arogansi religius itu kian mendekati titik kulminasinya. Menimbang hal ini, saya memilih pola komunikasi yang lebih mengajak mereka menggunakan pikirannya. Tidak usah peduli dengan konotasi bokep atau video bokep yang ia sodorkan untuk melencengkan perhatian.

Mungkin saja akun abal-abal, kata sebagian orang, tetapi fakta bahwa devilisasi suara-suara kritis dilakukan secara serentak dengan tujuan mendominasi ruang publik harus menjadi perhatian bersama.

Maka beginilah cara yang saya pakai untuk menanggapi penghinaan dia:

"Saudaraku yang baik,

Ijinkan saya memberi saran. Kalau hendak menghina seseorang, pastikan pada orangnya. Dengan menyebut Batak, anda mengundang permusuhan seluruh etnis, itu tidak sehat.

Yang kedua, menghina pun kudu cerdas dan dalam konteks. Maka ulas sedikit mengapa press release yang saya kutip itu sangat salah sehingga anda pantas melubangpantatkan saya. Dengan demikian, ada kemungkinan saya menghargai penghinaanmu.

Yang ketiga, menghina itu harus liat orangnya. Sudah jelas beberapa orang sebelum anda (dan sesudah anda) mencoba memprovokasi saya dengan brutal. Semuanya tidak mempan, mengapa anda mengikuti kekonyolan serupa?

Yang keempat, setiap kata anda mencerminkan bagaimana anda menilai diri sendiri. Kalau anda menyebut lubang pantat seenaknya, apakah anda tega bahwa anda sedang menghina ibu yang melahirkan anda dengan bertarung nyawa?

Saya hendak ke gereja dan akan mendoakan anda agar terbebas dari penjara hiper dogmatisme dan lebih menghargai ibumu".


Belakangan di Indonesia muncul model baru dalam memprovokasi, serupa atau segolongan di atas. Semakin tidak sungkan dan tanpa malu membuat agama begitu rendah demi agenda politiknya. Tujuannya jelas membawa gesekan horizontal ke tingkatan yang ekstrim-sensitif. Mereka menginginkan konflik sektarian secara terbuka.

Orang orang ini ideal beragamanya adalah kekuasaan, bukan ber-Tuhan. Ironisnya, mereka sesungguhnya hanya juru sorak, sekadar pasukan bidak yang siap dikorbankan oleh para elit pengguna.

Di era PD II, kelompok-kelompok radikalis religius punya sepupu ideologis bernama fasisme. Di Italia ada Mussolini, di Jerman ada Hitler.

Di jaman ini, mereka merepresentasikan cikal bakal 'budaya kematian', mengutip Buya Maarif, ISIS atau Boko Haram.
Wanita sebagai sebuah konstruksi sosial adalah bagian langsung dari brutalisme berbalut religius. Namun ia hanya dieksploitasi bahkan sekaligus dijadikan target politisasi agama itu sendiri. Ia korban dua lapis!

Agama brutal dibajak untuk menjustifikasi agenda politik itu kisah nyata, bukan rekayasa (pemerintah). Orang-orang yang beragama secara ekstrim tak peduli proses mendangkalnya akidah agama. Mereka tidak peduli bahwa kata-kata keji terlontar mungkin turut dibaca nenek, ibu, bibi, saudari, anak perempuan atau kekasihnya.

Gelap mata, sungguh! Satu-satunya tujuan mereka adalah berkuasa dan mendominasi wacana publik.

Bagi kaum bela agama, menakutkan itu keren. Kerap saya dapati pernyataan-pernyataan yang mengisyaratkan kebanggaan (covert pride) karena mampu mendayagunakan kekerasan dalam membela agama. Jamak bila seseorang dari antaranya bakal garang mengancam 'Pokoknya, agamaku agama damai, titik!'


Jual Tenun & Batik Rose's Papua

kata bijak motivasi singkat cinta kehidupan mutiara islami mario teguh sabar dalam kisah nyata


Pemesanan:

082-135-424-879/WA
5983-F7-D3/BB
Inbox Rudy Ronald Sianturi





Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Melontekan Wanita dalam Upaya Bela Agama dan Membungkam Suara Kritis"

Post a Comment